Penajam – Mesjid Al-Ula dapat ditempuh kurang lebih 3 km dari pelabuhan Ferry Penajam Paser Utara. Bangunan masjid berbentuk panggung berbahan dasar kayu ulin.
Saat ini, bangunan masjid tidak memiliki lantai dan dinding, yang tersisa hanya rangka badan dan atap sirap yang masih dilengkapi dengan kemuncak berbentu persegi.
Tersisa pula empat tiang utama yang sudah lapuk dan aus serta tiang-tiang penyangga yang telah menjadi sarang rayap. Masih terlihat adanya kosen pintu dan jendela yang lebarnya 80 cm dan tinggi 2 m.
Batas lokasi bangunan masjid sebelah utara berbatasan dengan jalan setapak, selatan berbatasan rumah warga, timur berbatasan dengan Masjid Al-Ula yang baru dan jalan raya, serta sebelah barat berbatasan dengan rumah warga.
Hasil wawancara dengan bapak H. Jamaluddin yang dikenal dengan panggilan Kai Ontong (83 tahun). Beliau bercerita bahwa pada kampung Nenang Dalam yang saat ini menjadi Kelurahan Nenang memang sudah ada sejak masa kerajaan berkuasa. Pada sekitar tahun 1700an di kampung Nenang Dalam dibuat bangunan masjid yang diberi nama Al-Ula.
Pembangunan masjid Al-Ula dipelopori oleh tokoh adat yang bernama Telogir dan Pelintuy yang diutus oleh Sultan Panembahan Adam (Kerajaan Paser).
Kisah tersebut juga di tuturkan oleh Bapak Paidah (39 tahun) selaku pengamat sejarah Kesultanan Paser yang mengatakan bahwa bangunan masjid yang ada saat ini tidak lagi berada di lokasi awalnya.
Sebelumnya, masjid diketahui berada di tepi anak sungai di Kampung Nenang Dalam yang kemudian dipindahkan karena degradasi tanah ditepi sungai. Pada tahun 1971 pemindahan banguan masjid dilakukan secara gotong royong oleh warga sekitar.
Kondisi masjid saat ini sudah dalam keadaan memprihatinkan, ditambah dengan tidak adanya data tertulis mengenai sejarah, deskripsi dan dimensi membuat masjid semakin memperihatinkan.
(rmt/plt)