Tari Ronggeng Paser Harta Warisan Leluhur Suku Paser

Penajam – Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah(PPKD) Penajam Paser Utara 2018, memuat 20 kesenian di PPU. Empat di antaranya yakni ronggeng Paser, seni sastra tutur, seni musik, dan seni bergambus. Ada pula 18 tradisi ritus atau ritual di kabupaten ini.

Christian mengatakan, ronggeng Paser sudah sejak lama terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pemkab Paser yang mengajukannya sebagai warisan harta tak benda milik masyarakat adat Suku Paser. Ada dua kelompok ronggeng Paser yang disebut masih eksis di Sepaku. Keduanya yakni Bungo Mekar dan Uwat Bolum.

Ronggeng sebenarnya juga ditemukan di daerah lain. Christian menjelaskan, itu hanya soal sebutan. Dalam KBBI, definisi ronggeng adalah tari tradisional dengan penari utamanya perempuan dan dilengkapi selendang yang dikalungkan di leher sebagai kelengkapan menari. Dengan demikian, semua tarian yang menerapkan ciri-ciri serupa bisa disebut ronggeng.

Yang membedakannya, sambung dia, dilihat dari gerakan tarian, sejarah, dan musiknya. Semua tarian dari Paser disebut berjanjak dari tradisi seperti tradisi pengobatan dan atau memenuhi nazar dari seseorang yang mendambakan sesuatu. Apa-apa yang dilakukan dalam tradisi tersebut kemudian diejawantahkan menjadi sebuah tarian.

“Seiring berjalannya waktu, ronggeng Paser berkolaborasi dengan musik melayu sehingga pakaiannya terlihat lebih sopan dan menggunakan syair-syair melayu,” beber Christian.

Masa depan kebudayaan-kebudayaan di PPU termasuk ronggeng Paser disebut memasuki masa suram. Christian menyebut, kehadiran IKN Nusantara di Sepaku akan mendatangkan banyak orang dari peradaban modern. Budaya modern juga akan dibawa.

Tarian eksotis hingga tari-tarian ala Korea disebut sebagai kesenian modern yang akan menjadi saingan tarian tradisional di lingkungan IKN. Jika persaingan itu terjadi, tarian tradisional diyakini yang akan kalah.

“Itu sudah menjadi konsekuensi dari sebuah peradaban baru. Di mana-mana seperti itu. Budaya lokal pasti tergerus budaya modern,” ucapnya.

Walau demikian, pemerintah disebut belum menyerah. Sejumlah upaya melestarikan kebudayaan lokal tengah ditingkatkan. Christian mengatakan, belakangan ini, pelaku kesenian lokal di PPU kerap dilibatkan dalam berbagai pertunjukan. Mereka juga di dilibatkan dalam Festival Harmoni Nusantara di titik nol IKN di Sepaku. Festival tersebut berlangsung pada Agustus 2023.

“Ini adalah acara nasional yang akan melibatkan suku-suku di lingkungan IKN seperti Suku Paser, Suku Paser Balik, Suku Kutai, termasuk Suku Dayak Kenyah,” bebernya.

Usaha pemerintah melestarikan budaya lokal akan sia-sia bila tak didukung oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Christian menyebut, sesungguhnya masyarakat yang punya andil besar menjaga kebudayaannya. Jika masyarakat adat terutama generasinya bisa terus mempertahankan tradisi dan kebudayaannya, kepunahan kebudayaan lokal bisa diminimalisasi.

“Paling tidak, kebudayaan lokal tidak benar-benar punah. Seperti bahasa “lu-gue” dan jajanan kerak telor dari Suku Betawai, itu ‘kan sampai sekarang tetap ada,” ujar Christian.(rmt/plt)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *